Sabtu, 14 November 2015

Akhirnya bisa ke Borobudur

Oktober tahun 2000 silam, saya berkesempatan berkunjung ke Yogyakarta untuk kali pertama. Saat itu menjadi pimpinan utusan jurusan untuk pertemuan Forum Komuikasi Nasional  (Forkomnas) Mahasiswa Sastra Indonesia (MSI). Beberapa hari menetap di sana, saya dan teman-teman sukses mengunjungi beberapa tempat terkenal maupun baru kami kenal seperti Malioboro, Bulaksumur, Prambanan, Pantai Barong, dan pantai Karang Bolong.

Darmawan Denassa di Arupadhatu candi Borobudur.
Sejak sebelum kunjungan pertama itu, saya telah berharap bisa menyambangi satu dari tujuh keajaban dunia: Borobudur. Sayang, keinginan itu belum bisa terwujud. Saya harus melanjutkan perjalanan naik kereta ke Bandung melalui Jakarta, meninggalkan teman-teman lain. Rasa ingin kesana semakin besar ketika pulang ke Makassar teman-teman satu rombongan yang masih tinggal di Yogya menyampaikan jika mereka ssampai ke Borobudur sebelum kembali pulang ke Makassar.

Kunjungan 2013

Setelah kunjungan pertama di tahun milenium itu, bisa ke Yogya lagi baru terwujud kembali tahun 2013 lalu, saat itu bulan November untuk sebuah urusan. Senang sekali, bisa ke sana apalagi saat itu saya datang bersama putra saya Muhammad Fadil Denassa (MFD). Kunjungan tiga hari itu, juga tetap menyimpan mimpi bisa ke Borobudur, melihat langsung candi Budha terbesar di dunia, sebuah karya besar di bangsa kita yang dibangun pada masa kepemimpinan raja Syailendra.
Bermodal motor rental depan penginapan yang terletak di sekitar Malioboro, saya memacu kendaraan keluar kota menuju  Prambanan dan berharap bisa sampai ke Borobudur.

Kami sukses tiba di Prambanan sekitar pukul 10 pagi, dan keluar sekitar pukul 11 lewat. Di jalan raya, segera mengambil arah menuju Borobudur, sayang awan tebal menutupi jalan menuju Magelang. Setelah berdiskusi dengan MFD, kami sepakat pulang ke Yogya, tentu saja dengan rasa kecewa, khususnya MFD yang sebenarnya setengah hati memutuskan pulang.

Mewujudkan Mimpi dan Cerita Punthuk Setumbu

Berkesempatan ke Yogya lagi, Juni 2015. Tujuan utama menyaksikan Festival Tlatah Bocah di Klakah, kecamatan Selo, Boyolali, Jateng. Sesampai di Adi Sucipto (dari Makassar) perjalanan dimulai di Tembi kawasan wisata budaya Jawa yang terletak di desa Timbulharjo, Kabupaten Bantul. Dari sini perjalanan mengunjungi tempat baru dimulai hingga bisa untuk pertama kali tiba di Bandara International Adi Sumarmo di Solo, sampai ke Muntilan salah satu jalur akses ke Merapi, hingga bisa melihat asap Merapi dengan jelas, serta puncak gunung Merbabu.

Di Muntilanlah untuk pertama kali mendengar sebuah bukit bernama Punthuk Setumbu tempat terkenal melihat Candi Borobudur dari ketinggian. Punthuk Setumbu menjadi kata kunci pembuka rahasia gambar headline Kompas yang menampilkan Candi Borobudur dari ketinggian berselimut kabut di pagi hari yang membuat saya takjub, beberapa tahun silam.

Hari yang diharapkanpun tiba, waktu menunjuk pukul 03.30 pagi waktu Indonesia Barat, perjalanan menuju Magelang dimulai dari Jalan Mangkubumi dekat satsiun Tugu. Tujuan awal, Punthuk Setumbu yang terletak di Dusun Kerahan, Desa Karangrejo, Borobudur, Magelang. Kami tiba mejelang subuh. Setelah membayar retribusi sebesar Rp. 15.000,- saya bergegas menuju puncak. Cukup mengambil tenaga, tapi saya tidak ingin ketinggalan mendapat tempat terbaik. Sebuah bangunan mirip menara menjadi pilihan. Suasana masih gelap, masih sepi, hanya beberapa orang. Singkat cerita menunggu menjadi aktifitas yang ada di bukit ini, semakin banyak yang datang dengan bahasa yang semakin beragam. Di menara tempat saya menunggu beberapa orang ikut naik, pertama dari satu dari wisman asal Inggris, kemudian empat orang asal Itali ketika orang Inggris itu telah turun,  dan akhirnya saya sendiri. Mengapa sendiri karena ternayata pagi ini Borobudur tidak akan terlihat karena tertutup kabut. Penampakan matahari terbit dari bayang-bayang Merapi dan Merbabu satu-satunya moment yang membuat ratusan pengujung mengucap waoo, pagi itu.

Pukul 07.10 kami tinggalkan Punthuk Setumbu menuju Candi Borobudur. Dari bukit itu kami memilih jalan melingkar, yang menampakkan stupa puncak Borobudur tapak dari ranting-ranting ranggas di sebelah hamparan persawahan.  dan 30 menit kemudian akhirnya saya tiba di tempat parkir akses masuk ke Borobudur. Tepat pukul  08.05 saya bisa menyaksikan langsung Candi megah yang telah dua kali sampai di Yogya belum bisa saya kunjungi (Darmawan Denassa)

Thanks untuk Nagata Dinamika Human, special thanks for Bu Shinta Iriani, Bu Tuti, Tri Purnomo, Abdul Muiz,  dan khusus buat Pak Eko yang telah mengantar dan menjemput dengan setia selama di Yogya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar