Senin, 29 Februari 2016

Benteng Sanrobone

Pembangunan benteng-benteng di kerajaan Gowa dimulai ketika pemindahan pusat kerajaan dari dataran ke tepi laut pada masa pemerintahan Raja Gowa ke 9 Karaeng Tumapparisika Kallona. Selain pemindahan itu, pada masa ini kerjaan Gowa mulai menaklukkan banyak kerjaan kecil maupun besar dengan tujuan memperluas wilayah dan pengaruh kerajaan.
Benteng Sanrobone (Foto: Darmawan Denassa)
Sanrobone pada masa sebelum raja Gowa ke 9 merupakan kerjaan yang berdiri sendiri. Ditaklukkan Gowa bersamaan dengan penaklukan Bajeng, Jipang, dan Tallo. Setelah itu status kerajaan Sanrobone menjadi sekutu kerajaan Gowa. Selain memperlus kerjaan Tumapparisika Kallonna juga memulai sejarah baru dengan memerintahkan pembangunan benteng untuk memperkuat pertahanan. Hingga terdapat 14 benteng yang dimiliki kerjaan kembar Gowa-Tallo yang dikenal luas di Eropa sebagai kerjaan Makassar. Benteng-benteng itu berjejer mulai dari benteng Tallo di utara hingga benteng Sanrobone di selatan.

Penulis bersama Kelas Komunitas dan staf  The Gowa Center
di Benteng Sanrobone.
Arti Nama Sanrobone

Secara etimologi Sanrobone berasal dari dua kata sanro dan bone. Sanro bernmakna dukun, tabib, atau orang yang ahli dalam pengobatan sedangkan bone merujuk pada tempat. Dari dua kata inilah Sanrobone sering dihubungkan cerita bahwa orang yang pertama menguhi salah satu tempat di ujung selatan bagian barat pulau Sulawesi ini berasal dari Bone. Namun cerita ini masih membutuhkan penulusan historis untuk mendukung kebenarannya.

Beberapa Fakta Tentang Benteng Sanrobone

Benteng Sanrobone berjarak dari Rumah Hijau Denassa (RHD), kediaman kami, sejauh 21 km, dari Sungguminasa 38 km, dari Pari'risi (ibukota kabupaten Takalar) sejauh 14 km, dan dari Makassar 54 km dan akan lebih dekat jika menempuh perjalanan melalui Galesong. Benteng ini berjarak hanya sekitar 35 km dari benteng Somba Opu, pusat kerajaan Gowa ketika benteng ini masih utuh.

Benteng Sanrobone terletak di jantung desa Sanrobone, kecamatan Sanrobone, kabupaten Takalar. Benteng ini merupakan satu-satunya benteng kerajaan Gowa yang tersisa di wilayah admnistratif kabupaten Takalar. Serta satu dari beberapa benteng yang dapat dilihat hingga saat ini.

Dibangun pada abad XV ketika Karaeng Dampang Panca Belong menjadi raja Sanrobone pertama, seperti telah disebutkan sebelumnya ketika itu kerajaan Gowa dipimpin oleh Karaeng Tumapa'risika Kallonna. Beliau dikenal sebagai raja menegakkan tonggak-tonggak kejayaan Makassar. Pada masanya mata uang dibuat, meriam dicetak, dan  melakukan perbaikan pada struktur dibawa tingkatan raja. Karya-karyanya masih bisa dirasakan hingga saat ini, salah satu benteng Jumpandang yang sekarang lebih dikenal dengan nama benteng Roterdam (Ford Roterdam).

Kembali ke Sanrobone,  benteng ini dibangun selama lima tahun (1515-1520), dengan luas keseluruhan 37.240 meter persegi. Tebal dinding 4,45 meter dengan tinggi empat meter. Bahan dasar benteng terbuat dari batu bata dimana bahan bakunya diambil dari sebuah kampung sebelah timur benteng bernama Pa'batang. Jika benteng Jumpandang berbentuk kura-kura menuju ke laut, maka benteng Sanrobone berbentuk trapesium sehingga mirip perahu.

Dalam catatan kerajaan Gowa disebutkan bahwa benteng ini memiliki tujuh pintu masing-masing pintu memiliki nama, empat diantaranya searah dengan mata angin. Nama-nama itu antara lain sudut barat laut disebut Jonggoa sedangkan pintu timur bernama Sarakka. Pintu utamanya menghadap ke barat. Pintu-pintu itu saat ini sudah tidak ada lagi. Terdapat sumber lain yang menyebutkan bahwa benteng ini memiliki tiga buah pintu menghadap ke selatan dengan lebar lima meter dan tinggi dua meter.

Benteng Sanrobone memiliki bastion berbentuk bulat dengan diameter 11,50 meter sebanyak empat buah. Bagian kaki seluas 50 meter bagian atas 11,5 meter. Dengan keadaan tanah gembur berpasir putih dengan kategori alluvial.

Pada ekskavasi tahun 1992 ditemukan meriam perunggu, peluru meriam, mata uang, dan pecahan keramik asing dinasti Ming pada bagian selatan benteng.

Saat ini bemteng Sanrobone hanya seluas lapangan depan rumah adat yang terdapat di desa itu. Pada sisi timur terdapat jejeran pohon mangga berbuah kecil dengan batang pohon yang besar. Tidak tersisa lagi pintu masuk yang pernah ada dan sisa bangunan di luar dari area ini sudah sulit ditemukan. (Darmawan Denassa)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar