Selasa, 21 Agustus 2018

Cerita Tentang Edi Koben

Siang hampir berlalu, ketika sebagian peserta telah berkumpul di ruangan yang akan menjadi tempat kegiatan Peningkatan Kapasitas Penggiat Literasi. Kegiatan yang dilaksanakan Badan Bahasa RI ini mengumpulkan penggiat literasi se-Indonesia.

Saya mengabadikan beberapa peserta sebelum kegiatan berlangsung, sembari memperkenalkan diri pada jejeran meja bagian kiri tempat saya duduk -ketika itu peserta menghadap ke timur, dengan kursi yang diatur dalam bentuk U. 'Denassa dari Rumah Hijau Denassa, Gowa' ucapku kepada beberapa orang yang menghadap ke selatan di meja bagian depan.

Posisi kursi saya menghadap kedepan, sengaja saya pilih agar tidak perlu menoleh kiri atau kanan untuk memperhatikan pembicara saat kegiatan. Cukup duduk tenang dan menghadap lurus ke fokus padangan.

Ketika selesai mengabadikan beberapa orang serta backdrop kegiatan. Saya berjalan menyusuri sela meja pertama dan kedua sayap kiri itu, seseorang mangatakan, saya akan ikut residensi di Denassa bulan depan. Saya menghentikan langkah, menyalami, dan memperhatikan lelaki itu dengan seksama. "Iyakah?" tanyaku dengan senyum penuh dan menatapnya. Saya sebenarnya lupa ia menyebut namanya siapa, saat itu ketika kali pertama berkenalan. Saya sudah tahu siapa yang akan ikut Residensi di RHD, tapi belum hafal siapa mereka.

Ini kejutan, karena salah satu peserta kegiatan ini akan ke RHD. Interaksi kami jadi intens, saya beberapa kali bertanya agar namanya diulang, Edi Juharna atau Eddi Koben. Perbincangan selanjutnya saya lebih suka menyapanya Aa' atau Kang. Aa' Eddi menyampaikan informasi yang lain. "Kita pernah bertemu di Forkomnas" ucapnya. Forkomnas? "Forkomnas apa?" tanyaku balik. Forkomnas di Makassar tahun 2001.
Wah!

Forkomnas merupakan akronim dari Forum Komunikasi Nasional, wadah silaturahmi yang mempertemukan Jurusan Sastra Indonesia dari semua univeristas dan institute di tanah air yang mengelola program Sastra Indonesia. Tahun 2001 dilakanakan di Univeristas Hasanuddin (Unhas), sebelumnya berlangsung di Universitas Negeri Yogyakarta (2000).

Saya kemudian bertanya kabar teman-teman lain alumni Forkomnas seperti Cucu Mulyati, Rahmawinasa. Saya ingat Rahmawinasa, karena pernyataan teman-teman panitia -- 'mirip namata Kak'. Kata beberapa panitia (organizing committe) saat itu, mereka angkatan 97 - 99. Saya diamanahi sebagai pengarah (sterring committe).

Pembicaraan saya dengan Eddi Koben, hanya sedikit menyinggung residensi sepanjang kegiatan itu. Perbincangan kami lebih banyak tentang Pentagon, Ledeng, Parompong nama-nama tempat yang akrab bagi mereka yang pernah di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Kami juga bertukar informasi teman-teman yang pernah ikut Forkomnas 2000-2001.

* * *

Selanjutnya pertemuan kami berlangsung di Rumah Hijau Denassa (RHD), 31/7 - 04/08/2018. Perbincangan intens terjadi saat dia bersama Herik Diana yang menambah jadwal Residen di RHD. Ketika peserta lain pamit tanggal 03/8. Aa' Eddi masih menetap hingga 04/08, karena butuh waktu tenang untuk menyelesaikan tulisan katanya. Alasan itu benar, Eddi menulis dalam beberapa genre tentang literasi di RHD. Kami bercerita tentang teman-teman lebih detail, tentang aktifitasnya yang mengajar di pesantren, tentang cerita 17 tahun silam, yang baru saya ketahui di RHD.

Senang rasanya kami bertemu kembali, seorang lelaki Sunda yang pulang memperbaharui ingatannya tentang Makassar. Lelaki yang rindu Karebosi, Tamalanrea, toko penjual oleh-oleh khas Makassar bernama Indonesia di Jalan Somba Opu. Lelaki yang sepertinya tak cukup dengan Losari, jika hanya satu waktu saja kesana, ia masih ingin ke Losari meski dua hari sebelumnya telah kami ajak menemukan senja disana.

Saya jadi tahu, mengapa Eddi tampak tak kaget dengan penjelasanku tentang Sultan Hasanuddin, Syekh Yusuf, Benteng Jumpandang, saat peserta residensi kami ajak berkunjung ke tempat-tempat itu. Tahun 2001 lalu, saya juga memandu kunjungan pada peserta Forkomnas, ia ada dalam grup itu. Ia ternyata lelaki yang datang mengobati rindu.

Eddi Koben pulang dari masa lalu, menghidupkan kenangan, membuka bait-bait bahkan halaman baru yang luput dari pengamatan saya. Ia juga memperbaharui ingatan tentang peristiwa 17-18 tahun silam.

Ia menstimulasi memoriku tentang teman-teman yang lain seperti Ubay, Damanhuri, bahkan bukan hanya anak UPI. Iya ingatkan saya tentang Angka, Hilman Hamdoni, dari UI. Dan nama-nama yang lain.

Eddi Koben bagian dalam keniscayaan tentang kenangan yang terus hidup dan penting untuk diperbaharui, agar kita bisa saling mendukung, menguatkan, bersinergi, dan menjalin kembali silaturahmi untuk hal baik. Ya, cukup hal baik untuk kemajuan bangsa, sebab dengan itu kita akan menikmati kebaikan yang lebih besar
RHD, 9 Dzulhijjah 1439 H.

--Darmawan Denassa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar